Home » UNTUK GURU » Peran Guru dalam Membentuk Karakter Siswa

Peran Guru dalam Membentuk Karakter Siswa

Bapak dan Ibu Guru, pembentukan karakter siswa merupakan tugas bersama dari orang tua, masyarakat, dan juga guru. Ketiga pihak tersebut secara bersama-sama melaksanakan tugas masing-masing dalam membentuk karakter anak didik. Namun, dalam prosesnya, peran seorang guru yang menjadi fasilitator untuk siswa sangatlah berpengaruh dalam pembentukan karakter.

Guru bertugas membentuk karakter siswa selama proses pendidikan di sekolah, dan orang tua sekaligus sebagai anggota masyarakat lah yang membina karakter anaknya di luar waktu sekolah. Akan tetapi, peran guru apa saja yang dapat membentuk karakter siswa? Mari simak artikel ini sampai habis.

Apa itu pembentukan karakter siswa?

Menurut Elmubarok (2008), pembentukan karakter siswa adalah proses mengukir atau memahat jiwa seseorang, menjadi sedemikian rupa, sehingga “berbentuk” unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain.

Adapun pembentukan karakter siswa dalam suatu sistem Pendidikan menurut Fatimah (2018) adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap, dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku tersebut dengan sikap maupun emosi yang kuat untuk melaksanakannya. Baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (TYME), dirinya sendiri, sesama, lingkungan, bangsa, dan negara, serta dunia internasional.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter siswa adalah proses yang terkait dengan nilai-nilai perilaku, dan berhubungan dengan sikap atau emosi yang kuat untuk membentuk suatu karakter unik, menarik, dan berbeda dengan orang lain.

Pentingnya Pembentukan Karakter Siswa

Seiring proses globalisasi yang berjalan secara terus-menerus, maka akan berdampak pada perubahan karakter masyarakat Indonesia. Kurangnya pendidikan karakter untuk membentuk karakter siswa dapat menimbulkan krisis moral, yang berakibat pada perilaku negatif di masyarakat. Oleh sebab itu, menurut Thomas Lickona, setidaknya ada tujuh alasan mengapa character education harus diberikan kepada setiap warga negara sejak dini, yaitu:

  1. Pembentukan karakter merupakan cara paling baik untuk memastikan para siswa memiliki kepribadian dan karakter yang baik dalam hidupnya.
  2. Pendidikan karakter dapat membantu meningkatkan prestasi akademik para siswa.
  3. Sebagian anak tidak dapat membentuk karakter yang kuat untuk dirinya sendiri di tempat lain.
  4. Dapat membentuk individu yang menghargai dan menghormati orang lain, serta membuat mereka dapat hidup di dalam masyarakat yang majemuk.
  5. Sebagai upaya dalam mengatasi permasalahan moral-sosial, seperti ketidakjujuran, ketidaksopanan, kekerasan, etos kerja yang rendah, dan masalah moral-sosial lainnya.
  6. Merupakan cara terbaik untuk membentuk perilaku seseorang sebelum masuk ke dunia kerja atau usaha.
  7. Sebagai cara untuk mengajarkan nilai-nilai budaya yang merupakan bagian dari peradaban suatu bangsa.

Dari penjelasan tersebut, dapat kita sadari betapa pentingnya pembentukan karakter bagi setiap orang. Demikian, para guru dan orang tua sudah seharusnya senantiasa menanamkan nilai-nilai karakter yang baik kepada setiap anak didiknya.

Tujuan Pembentukan Karakter Siswa

Pada dasarnya, tujuan utama membentuk karakter siswa adalah untuk membangun bangsa yang tangguh, dimana masyarakatnya berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, dan bergotong-royong. Selain itu, pembentukan karakter siswa tidak hanya bertujuan untuk menuntaskan permasalahan moralitas, seperti kenakalan remaja di lingkungan sekolah dan masyarakat, melainkan juga melihat dampaknya kedalam prestasi akademik siswa. Pembentukan karakter siswa bertujuan untuk membentuk kedisiplinan, ketekunan dan tanggung jawab.

Jenis-jenis karakter siswa

Dalam Modul Belajar Mandiri Pedagogi untuk Calon Guru P3K 2021 yang disediakan oleh Kemendikbud, jenis-jenis karakter siswa meliputi:

  1. Etnik, tentunya setiap siswa berasal dari etnis yang berbeda-beda.
  2. Kultural, para siswa sebagai anggota suatu masyarakat tentunya juga memiliki budaya tertentu, baik itu yang berasal dari rumah, lingkungan sekitar, dan adat istiadat.
  3. Status sosial, siswa pada suatu kelas biasanya berasal dari status sosial dan ekonomi yang berbeda-beda.
  4. Minat, setiap siswa memiliki perasaan senang atau suka yang berbeda-beda terhadap mata pelajaran yang dipelajarinya.
  5. Perkembangan kognitif, setiap siswa memiliki tingkat perkembangan kognitif yang berbeda, dan hal ini akan mempengaruhi guru dalam memilih serta menggunakan pendekatan pembelajaran, metode, media, dan jenis evaluasi dalam melakukan pembelajaran.
  6. Kemampuan awal siswa bersifat individual, artinya setiap siswa memiliki kemampuan awal yang berbeda, sehingga untuk mengetahuinya juga harus bersifat individual.
  7. Gaya belajar siswa yang visual, auditif, dan kinestetik.
  8. Motivasi, masing-masing siswa memiliki motivasi belajar yang berbeda-beda dalam belajar. Hal ini dapat dilihat dari tiga hal: 1) kualitas keterlibatannya, 2) perasaan dan keterlibatan afektif siswa, 3) upaya siswa untuk senantiasa memelihara/menjaga motivasi yang dimiliki.
  9. Perkembangan emosi, siswa dapat merasakan senang/gembira, aman, semangat, bahkan sebaliknya siswa merasakan sedih, takut, dan sejenisnya dalam pembelajaran.
  10. Perkembangan sosial, setiap siswa memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma dan tradisi yang berlaku pada kelompok atau masyarakat, kemampuan untuk saling berkomunikasi dan kerja sama. Perkembangan sosial siswa pun dapat diketahui/dilihat dari tingkatan kemampuannya dalam berinteraksi dengan orang lain dan menjadi bagian masyarakat di lingkungannya.
  11. Perkembangan moral para siswa dapat dilihat dari 3 tahapan, yaitu:
    1. Tahap Preconventional (6-10 tahun) yang meliputi aspek hukuman dan kepatuhan, atau siswa menilai baik dan buruk berdasarkan akibat perbuatan
    2. Tahap Conventional (10-17 tahun) yang meliputi aspek good boy orientation (orientasi perbuatan baik), yakni menyenangkan, membantu, atau yang disepakati oleh orang lain
    3. Tahap Postconventional (17-28 tahun) yang meliputi contractual legalistic orientation, yakni orientasi orang pada keberadaan legalitas kontrak sosial.
  12. Perkembangan spiritual, masing-masing siswa memiliki kesadaran diri, fleksibel dan adaptif. Selain itu, siswa juga cenderung memandang sesuatu secara holistik, dan mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi dalam hidupnya.
  13. Perkembangan motorik, setiap siswa tentunya memiliki perkembangan motorik kasar dan motorik halus.

Peran guru dalam membentuk karakter siswa

Adapun peran guru dalam membentuk karakter siswa yang harus diperhatikan dan diamalkan oleh seorang pendidik, yaitu:

  1. Guru sebagai pendidik; bertugas untuk mendidik siswa, ia merupakan tokoh penting dalam membentuk karakter seseorang dimasa depan. Sebab, guru merupakan tokoh yang mampu menanamkan nilai-nilai terpuji bagi siswa, memperbaiki perilaku siswa yang buruk menjadi benar, serta menjelaskan apa yang harus dan tidak harus dilakukan.
  2. Guru sebagai pengajar; memberi ilmu pengetahuan kepada siswa yang semula tidak tahu akan sesuatu, sehingga mereka menjadi tahu. Seorang guru harus mampu menumbuhkembangkan rasa ingin tahu pada siswanya, jangan sampai melemahkan mental siswa dengan tidak menghargai atau mempermalukannya ketika bertanya tentang banyak hal.
  3. Guru sebagai motivator; seorang guru harus bisa menjadi motivator untuk siswa-siswanya, menjadi sumber inspirasi, menjadi pendukung ketika siswa mendapat masalah dalam pembelajaran atau urusan lain. Guru harus membangun komunikasi yang baik dengan siswanya, dengan begitu siswa akan merasa nyaman dan percaya diri untuk mengemukakan ide atau pendapatnya.
  4. Guru sebagai sumber belajar; berkaitan dengan penguasaan materi pelajaran, seorang guru haruslah menguasai materi yang diajarkannya, sehingga guru dapat berperan dengan baik sebagai sumber belajar siswanya.
  5. Guru sebagai Fasilitator; guru juga berperan sebagai pemberi layanan untuk memudahkan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan belajar dapat tercapai dengan maksimal.
  6. Guru sebagai Demonstater; peran untuk memperlihatkan/mendemonstrasikan kepada siswa hal-hal yang berkaitan dengan materi ajar, dan membuat siswa lebih tahu, serta paham tentang pesan yang disampaikan.
  7. Guru sebagai Pembimbing; seorang guru harus tahu dan paham tentang keunikan/perbedaan yang dimiliki setiap siswanya, sehingga guru dapat berperan dengan baik dalam konteks peran guru sebagai pembimbing.
  8. Guru Sebagai Evaluator; yaitu seorang guru berperan dalam pengumpulan data keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Hal ini berfungsi untuk menentukan kemampuan siswa dalam menyerap materi ajar, serta menentukan keberhasilan seorang guru dalam proses kegiatan yang diprogramkan.

Faktor yang mempengaruhi karakter siswa

Terkait dengan faktor-faktor yang mempenagruhi karakter siswa, Masnur Muslich (2011) menjelaskan bahwa karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan internal (biologis, fitrah, nature) dan lingkungan eksternal (sosialisasi pendidikan).

Faktor Internal

Faktor internal yang mempenagruhi karakter siswa, yaitu berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor ini berasal dari keturunan atau bawaan yang dibawa sejak lahir secara biologis, dan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki oleh salah satu dari kedua orang tuanya.

Faktor Eksternal

Disamping faktor-faktor hereditas (faktor endogin) yang relatif konstan sifatnya, lingkungan yang terdiri atas lingkungan hidup, pendidikan, kondisi dan situasi hidup, serta kondisi masyarakat, termasuk adat istiadat, peraturan yang berlaku, dan bahasa yang digerakkan (semuanya merupakan faktor eksogin) sangatlah memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan karakter siswa.

Metode pembentukan karakter

Menurut Hendriana & Jacobus (2016), ada dua metode yang dapat digunakan dalam melaksanakan pembentukan karakter siswa, yaitu metode pembiasaan dan metode keteladanan. Kedua metode ini juga sudah umum digunakan dalam pembentukan karakter siswa di sekolah.

  1. Metode pembiasaan dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan dan program pembangunan karakter siswa secara berkelanjutan, seperti kegiatan pembinaan siswa. 
  2. Metode keteladan, yaitu dilaksanakan melalui perilaku, sikap dan kebiasaan guru-guru di sekolah.

Contoh pembentukan karakter siswa dan cara membentuk karakter yang baik

Berikut ini beberapa contoh serta pengimplementasiannya untuk pembentukan karakter siswa di lingkungan sekolah.

  1. Disiplin, yaitu siswa memiliki catatan kehadiran dan membiasakan dirinya untuk hadir tepat waktu. Selain itu, penerapannya juga dapat dilakukan dengan menegakkan aturan, seperti menggunakan seragam yang sesuai ketentuan.
  2. Kreatif, yaitu menciptakan situasi yang dapat menumbuhkan pola pikir dan bertindak secara kreatif pada siswa. Dalam pelaksanaannya, Bapak dan Ibu Guru bisa memberikan tugas yang dapat menciptakan karya-karya baru.
  3. Mandiri, yaitu dapat menciptakan situasi yang menggerakkan siswa belajar dan bertindak secara mandiri yang tidak mengandalkan bantuan orang lain.
  4. Religius, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan ibadah, menanamkan kebiasaan berdoa sebelum belajar dan senantiasa menjaga kebersihan.
  5. Jujur, yaitu transparansi laporan keuangan dan penilaian pada setiap siswa di sekolah secara berkala. Dalam hal ini bisa diimplementasikan dengan menghadirkan kantin kejujuran, larangan membawa alat komunikasi saat sedang ulangan maupun ujian, dan menyediakan tempat khusus untuk temuan barang hilang, serta larangan menyontek saat mengerjakan tugas.
  6. Toleransi, yaitu menghargai serta memberikan perlakuan yang sama untuk semua warga sekolah. Terutama dalam menghormati dan menghargai setiap perbedaan.
  7. Rasa ingin tahu, yaitu menyediakan sebuah media komunikasi untuk para siswa berekspresi, memfasilitasi siswa untuk bereksplorasi dalam bidang pendidikan, serta menciptakan suasana belajar mengajar yang mengandung rasa ingin tahu siswa.
  8. Bersahabat serta Komunikatif, yaitu menciptakan suasana sekolah yang memudahkan terjadinya interaksi antarwarga sekolah dengan bahasa yang santun dan saling menghormati.
  9. Peduli Lingkungan, yaitu memberikan kebiasaan para siswa untuk memelihara kebersihan serta kelestarian lingkungan sekolah dan sekitarnya. Caranya, yakni dengan menyediakan tempat pembuangan sampah dan tempat untuk mencuci tangan, menyediakan kamar mandi yang bersih, melakukan pembiasaan hemat energi, dan lain sebagainya.
  10. Tanggung Jawab, yaitu membuat laporan untuk setiap kegiatan yang dilakukan, baik berupa tulisan maupun lisan, dan menghindarkan setiap kecurangan dalam melaksanakan tugas di sekolah.

Bapak dan Ibu Guru, itulah penjelasan mengenai pentingnya membentuk karakter siswa dan peran seorang guru dalam prosesnya. Semoga artikel ini bermanfaat.

Lainya untuk Anda